News Rohingya Season 25 | Sinergi Foundation
Duh! Militer Myanmar Klaim Militan Rohingya Kembali Picu Kerusuhan
Rufki Ade Vinanda, Jurnalis · Kamis 05 Oktober 2017, 18:09 WIB
Rumah warga Rohingya dibakar. (Foto: Reuters)
RAKHINE - Militer Myanmar melaporkan bahwa kelompok militan Rohingya yang dikenal dengan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan atau ARSA telah kembali memicu kericuhan. Pihak militer mengklaim, ARSA membakar rumah-rumah penduduk di Rakhine dalam beberapa waktu terakhir.
Sebagaimana disitat dari Strait Times, Kamis (5/10/2017), pembakaran tersebut bertujuan untuk mengintensifkan eksodus minoritas Muslim Rohingya. Sebagaimana diketahui, lebih dari 500 ribu Rohingya telah meninggalkan Rakhine akibat kekerasan yang mereka alami. Setidaknya terdapa 4.000 sampai dengan 5.000 Rohingya yang masuk ke Bangladesh setiap harinya.
Para pengungsi Rohingya yang tiba di Bangladesh mengklaim bahwa rumah-rumah mereka dihancurkan dan dibakar oleh militer. Namun militer Myanmar bersikeras jika pembakaran dilakukan oleh ARSA. Melalui akun Facebooknya, Kepala Tentara Myanmar, Min Aung Hlaing mengatakan, aksi pembakaran terjadi pada Rabu 4 Oktober.
"Aksi pembakaran dilakukan oleh "Einu" (sebutan untuk seorang militan Arsa). Berdasarkan supermasi hukum, pasukan keamanan kemudian bekerja membantu warga memadamkan api di Desa Mi Chaung Zay, Kota Buthidaung sekira pukul 02.40 dini hari pada 4 Oktober," tulis Hlaing dalam posting-annya.
Sebelumnya, klaim militer Myanmar ini bertentangan dengan penampakan citra satelit yang menunjukkan bahwa setidaknya 214 desa Muslim Rohingya telah dibakar oleh pihak militer. Human Rights Watch (HRW) mengatakan gambar tersebut membenarkan laporan pembakaran, penjarahan dan pembunuhan oleh tentara sesuai hasil wawancara pengungsi Rohingya.
Sayangnya klaim militer Myanmar tidak memungkinkan untuk diperiksa secara independen atau dikuak kebenarannya karena wilayah Rakhine telah diblokade. Baik media dan LSM internasional sulit mendapatkan akses untuk masuk ke Rakhine.
Sumber : News Okezone.com
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Apakah kalian tau
? kalai sampai kini masih terus berulang, kejahatan kemanusiaan
terhadape etnis muslim Rohingya. Dilansir dari Republika, lebih dari 2.600
rumah dibakar di wilayah yang dihuni oleh mayoritas Muslim Rohingya di Barat
laut Myanmar pada pekan lalu.
.
Menurut badan
pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), UNHCR, sekitar 58.600 warga
Rohingya telah melarikan diri dari kekerasan yang terjadi di Myanmar ke
Bangladesh.
.
Kami mengajak seluruh
insan peduli masyarakat Indonesia untuk berdoa, bersimpati membantu meringankan
beban saudara kita di Myanmar melalui :
.
Mandiri Syariah 700
546 3108
Atas nama Yayasan
Semai Sinergi Umat/ Sinergi Foundation
.
Untuk Informasi lebih
detail bisa langsung saja klik disini
.
Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengutuk pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar.
Bagaimanapun, hal itu tidak sesuai konstitusi. Wakil Ketua Umum MUI Zainut
Tauhid menyatakan, MUI mengukut aksi pembantaian etnis Rohingya.
Cara itu tidak beradab dan bertentangan
dengan konstitusi Indonesia yang menjunjung kemerdekaan sebagai hak segala
bangsa dan harus dihapuskan dari dunia. Ini adalah penjajahan dan penindasan
satu kelompok terhadap yang lain.
"MUI mengutuk upaya yang mengarah
pada penghapusan etnis ini. MUI dorong DK PBB dan organisasi Islam dunia untuk
caru solusi yang bermartabat,'' ungkap Zainut di Kantor MUI, Selasa (22/11).
Bangsa Indonesia bisa mengambil hikmah
dari sana. Indonesia punya tingkat toleransi tinggi terhadap aneka suku dan
agama atau sesama bangsa. ''Kita sadari Indonesia mayor Muslim tapi jarang
terjadi konflik seperti di Rohingya. Karena umat Islam di Indonesia sadar,
perbedaan adalah sunatullah. Islam juga mengajarkan penghormatan dan toleransi
kepada agama lain,'' kata Zainut.
Tentara Myanmar diduga melakukan
pembunuhan, perkosaan dan penyiksaan kepada penduduk Rakhine. Kelompok-kelompok
HAM pun meminta inversigasi secara independen dilakukan di daerah yang
merupakan rumah bagi Muslim Rohingya tersebut.
Cerita pelecehan seksual dan pembakaran
desa, sudah menjadi pembicaraan hangat di media sosial, tapi sulit melakukan
verifikasi dengan pembatasan akses tentara.
sumber : republika.co.id
Komentar
Posting Komentar